Setelah melalui masa
belajar selama bertahun-
tahun di sebuah
pesantren, semua santri
senior dikumpulkan di
rumah pak kiyai. Moment
ini digunakan oleh pak
kiyai untuk memberikan
bekal terakhir sebelum
para santri terjun di
masyarakat. Pak kiyai
menasehati murid-
muridnya supaya tidak
menjadi beban orang lain
setelah lulus dari
pesantren. Santri yang
tamat dari pesantren
harus menjadi manusia
yang mandiri, bekerja
untuk membiayai hidup
sendiri.
Para calon alumni
mendengarkan petuah
pak kiyai dengan
seksama, mereka
memasukkan dalam-
dalam segala yang
disampaikan ke lubuk hati.
Pak kiyai mengakhiri
nasehatnya dengan
membuka pertanyaan.
Semua santri calon alumni
diperbolehkan bertanya
tentang segala hal yang
masih kurang dimengerti.
Seorang santri
memberanikan diri
bertanya
“Pak kiyai, panjenengan
mengatakan bahwa santri
setelah lulus dari
pesantren harus bekerja.
Saya minta petunjuk pak
kiyai, pekerjaan apa yang
paling baik buat kami ?”
Pak kiyai tersenyum
mendapatkan muridnya
bertanya, beliau pun
menjawab.
“Pekerjaan yang terbaik
adalah pekerjaan yang
dilakukan oleh orang tua”
Si santri yang bertanya
termenung di dalam
kamarnya. Kata-kata pak
kiyai dua hari lalu tentang
pekerjaan terbaik
membuat dia bimbang.
Sudah bukan rahasia lagi,
almarhum ayahnya
adalah seorang pencuri.
Bahkan ayahnya
meninggal setelah dipukuli
oleh penduduk karena
tertangkap basah mencuri
sebuah televisi. Mencuri
adalah perbuatan salah
yang dilarang oleh agama.
Jika dia melakukan
pekerjaan itu tentunya dia
akan mendapat murka
Allah swt. Tapi nasehat
guru juga harus digugu
dan ditiru. Guru adalah
pengganti orang tua, jika
ridha Allah berada dalam
ridha orang tua begitu
pula ridha Allah akan
berada dalam ridha Guru.
Apalagi pak kiyai adalah
seorang guru yang alim,
mengerti ilmu agama dan
melaksanakan ilmunya
dalam kehidupan sehari-
hari.
Malam berikutnya si santri
bangun tengah malam,
mengambil wudlu,
kemudian melaksanakan
shalat sunah. Dia sudah
membulatkan tekad untuk
mengikuti nasehat
gurunya. Orang tua
sudah tidak ada jadi dia
hanya memiliki seorang
guru yang harus ditaati.
Dia yakin dengan mentaati
perintah gurunya,
kebahagiaan akan datang.
Segera setelah
menyelesaikan doa, santri
yang ayahnya pencuri ini
memulai pekerjaannya.
Dia mengamati seluruh
rumah yang ada di
kampung. Ternyata dari
sekian banyak rumah ada
sebuah rumah yang
nampak lebih menonjol
dari selainnya. Rumah
tersebut tingkat dua
dengan halaman yang
sangat luas. Dia
meyakinkan hati bahwa
rumah itu merupakan
sasaran yang tepat.
Si santri masuk ke rumah
besar tersebut melalui
jendela belakang. Dia
segera mencari-cari
barang berharga di dalam
rumah yang bisa dibawa
pulang. Setelah
menelusuri setiap sudut
rumah, maling dadakan
itu berhasil mendapatkan
sebuah kotak perhiasan
yang berisi bermacam-
macam perhiasan. Merasa
cukup dengan apa yang
telah didapatkan, si santri
bergegas meninggalkan
rumah. Baru saja berniat
pergi, dari corong masjid
terdengar suara azan.
Santri masih ingat pesan
gurunya bahwa shalat
yang terbaik adalah shalat
yang dilaksanakan tepat
pada waktunya. Berbekal
sarung yang dipakai
menutupi wajahnya, dia
mengambil air wudhu lalu
melaksanakan shalat
subuh di mushola yang
terdapat di dalam rumah
tersebut.
Di dalam sebuah kamar
besar, seorang wanita
paruh baya terbangun
dari tidurnya. Wanita
pemilik rumah ini segera
pergi ke kamar mandi
mengambil air wudhu.
Ketika kakinya memasuki
mushola, si wanita
setengah baya terkejut
melihat ada seorang laki-
laki asing yang sedang
shalat di dalam
rumahnya. Si wanita
pemilik rumah diam
menunggu laki-laki asing
menyelesaikan shalat.
Setelah si laki-laki
mengakhiri shalatnya
dengan salam ke sisi kiri,
wanita paruh baya
langsung membuka
suara,
“Siapa gerangan saudara
yang shalat di dalam
mushola saya ?”
Si santri terperanjat
mendengar suara seorang
perempuan dari belakang
punggungnya. Dia
memutar badannya
berhadapan dengan ibu
pemilik rumah. Dengan
terbata-bata dia
menjawab,
“Saya pulan bin pulan”
“Mengapa sepagi ini
saudara berada di rumah
saya ?”
“Maaf ibu, saya datang ke
sini untuk mencuri”
Ibu pemilik rumah
terdiam sebentar
mendengar jawaban si
laki-laki asing yang
ternyata mengaku sebagai
pencuri. Dalam hati dia
berkata, ‘tidak mungkin
ada pencuri yang
mengaku. Pasti ada
sesuatu yang
disembunyikan oleh anak
muda ini ’
Ibu pemilik rumah
meminta si pencuri
menunggu dia
melaksanakan shalat
subuh. Setelah selesai
shalat subuh, wanita
paruh baya membuka
pertanyaan dengan
menanyakan asal laki-laki
yang mengaku sebagai
pencuri itu. Si pencuri pun
menjelaskan asal usulnya,
tentang ayahnya yang
pencuri dan nasehat
gurunya tentang
pekerjaan terbaik. Wanita
paruh baya pemilik rumah
besar tertarik dengan
penjelasan tamu tidak
diundangnya. Dalam
hatinya terbesit
kekaguman akan
kepolosan dan kejujuran
si laki-laki muda. Wanita
paruh baya mengakhiri
perbincangan dengan
mengundang si anak
muda datang ke
rumahnya esok lusa.
Pada hari yang sudah
ditentukan si santri datang
ke rumah wanita paruh
baya yang ternyata
seorang janda kaya. Dia
memiliki banyak usaha
yang dijalankan oleh
dirinya dan anak
perempuan semata
wayangnya. Wanita kaya
tersebut tersenyum
senang melihat
kedatangan tamu. Dari
raut wajahnya, nampak
dia telah menyimpan
sebuah kejutan kepada
anak muda yang taat
kepada guru tersebut.
Setelah berbasa-basi,
wanita paruh baya mulai
mengarahkan si pemuda
ke pertanyaan serius,
“Ibu melihat kamu sudah
cukup dewasa untuk
memiliki seorang istri.
Apakah kamu bersedia
jika ibu minta untuk
menikahi putri ibu ”
Mendengar pertanyaan
tersebut si anak muda
hanya diam menunduk.
Dia tidak memiliki
keberanian untuk
menjawabnya. Dalam
hatinya dia berkata
“Mana mungkin seorang
pengangguran seperti
saya bisa membiayai istri,
untuk biaya hidup sendiri
saja susahnya minta
ampun ”
Tanpa menunggu
tanggapan anak muda di
hadapannya, Ibu pemilik
rumah kembali berbicara,
“Setelah berbicara dengan
kamu, ibu sangat yakin
bahwa kamu memang
ditakdirkan oleh Allah
untuk mengisi ruang
kosong di rumah ini.
Sudah lebih dari sepuluh
tahun rumah ini tidak diisi
oleh seorang pria setelah
meninggalnya ayah si
Maryam. Ibu harap kamu
bisa menerima tawaran ini
agar kita bisa bekerjasama
menjalankan perusahaan-
perusahaan peninggalan
almarhum. ”
***
Kejujuran merupakan
kunci kebahagiaan. Barang
siapa yang berani memilih
menjalani hidupnya
dengan kejujuran niscaya
hidupnya akan dipenuhi
dengan cinta, karena
sudah menjadi kodrat
manusia menyukai prilaku
jujur dan membenci
segala macam
kebohongan. Siapa pun
kita menginginkan semua
orang yang kita kenal
berkata dan bertindak
jujur terhadap kita. Orang
tua berharap anaknya
jujur dan sebaliknya anak
berharap orang tuanya
jujur, suami berharap
istrinya jujur dan
sebaliknya juga istri,
kepala sekolah berharap
guru-guru di sekolahnya
jujur dan juga sebaliknya,
guru berharap murid-
muridnya jujur dan juga
sebaliknya, pemilik
perusahaan berharap
stapnya jujur, rakyat
berharap pemimpinnya
jujur.
Sayangnya di zaman
sekarang ini kejujuran
sangat sulit didapatkan.
Semua orang berlomba-
lomba untuk menipu
dengan berbagai macam
alasan. Bahkan beberapa
hari lalu seorang guru
besar di sebuah PTN
dinyatakan melakukan
tindak penipuan dengan
menjiplak karya orang
lain. Kita patut tercengang
bila tidak menelusuri
praktek kejujuran dari
mulai tingkat terendah.
Namun jika kita melihat
segala praktek ketidak
jujuran dari kelas teri
maka kita tidak akan heran
mendapatkan seorang
guru besar menjiplak
karya orang lain.
Kegiatan Ujian Nasional
yang diselenggarakan
setiap akhir tahun
pelajaran bagi siswa kelas
akhir Sekolah Dasar,
Menengah Pertama dan
Menengah Atas bisa
dijadikan barometer
ketidak jujuran bangsa ini
terhadap dirinya sendiri.
Standar kelulusan yang
dibuat sedemikian rupa
ternyata tidak sejalan
dengan kenyataan kualitas
pendidikan kita.
Pendidikan yang tidak
merata serta kurangnya
fasilitas penunjang
pendidikan menjadi alasan
banyak sekolah yang
memberikan kemudahan
muridnya dalam
menjawab soal ujian
nasional. Demi sebuah
gengsi, kejujuran dikadali.
Kepala sekolah, guru dan
wali murid dengan
bantuan oknum pejabat
departemen pendidikan
bekerjasama mencari
jalan pintas untuk
meluluskan anak bangsa
yang akan menjadi ujung
tombak di masa depan.
Kejujuran seorang pencuri
bisa membawanya
kepada kebahagiaan. Dari
seorang pemuda
sebatang kara menjadi
seorang pria beristri cantik
dan memiliki pekerjaan
yang terhormat. Itu
semua menjadi bukti
bagaimaan kejujuran bisa
mengangkat derajat
seseorang dari kubangan
lumpur menuju istana
penuh bahagia. Sebaliknya
Guru Besar yang ketahuan
melakukan penipuan
ilmiah dicopot dari
jabatannya. Dia
tersungkur dari tangga
kemuliaan ke sebuah
kubang kehinaan. Semoga
kita bisa terhindar dari
penyakit dusta sehingga
bisa merasakan bahagia
dalam dunia penuh
kejujuran. sumber:
bambumoeda.wordpress.com