Seorang anak sedang
bermain dengan teman
sebayanya. Mereka
berdua berlari saling
mengejar, terkadang anak
yang berperawakan kurus
tinggi dikejar oleh
temannya yang pendek
gempal dan sebaliknya.
Bosan berlari-lari di
halaman mereka berlari ke
dalam rumah. Si tinggi
berlari di depan disusul
oleh si gempal
Ketika si tinggi masuk ke
dalam sebuah kamar,
temannya mendapat
sebuah ide nakal. Anak
laki-laki gempal tersebut
tidak mengejar temannya
melainkan dia menutup
pintu kamar kemudian
menguncinya dari dalam.
Menyadari dirinya terkunci
di dalam sebuah kamar
tempat penyimpanan
barang-barang
rongsokan, si kurus tinggi
berteriak meminta
dibukakan pintu.
Teriakan demi teriakan
dari mulai yang halus
sampai kasar keluar dari
mulut anak laki-laki
tersebut. Namun sampai
tenggorokannya kering,
temannya yang berada di
luar tidak juga
membukakan pintu.
Kekesalan berubah
menjadi ketakutan, si
kurus mencoba
membuka paksa daun
pintu. Seluruh tenaga dia
kerahkan tapi pintu tidak
bergerak sedikitpun,
malahan tangannya lecet-
lecet. Sambil menahan
perih, dia pukul-pukul
pintu dengan kedua
tangannya, kemudian
kakinya mulai
menendang-nendang.
Menyadari fisiknya tidak
cukup kuat untuk
mendobrak pintu, dia
mengambil sebuah kayu
bekas gagang sapu.
Gagang sapu bekas
tersebut dia hantamkan ke
pintu, yang terjadi hanya
suara gaduh. Gagang
sapu tidak mempan, dia
ambil kursi plastik
kemudian berkali-kali
dihantamkan. Kursi plastik
tidak menolong, dia ambil
potongan besi trails.
Dengan harapan bisa
membobol pintu, semua
tenaga dia kerahkan ketika
memukulkan besi ke
pintu. Hasilnya hanya
kelelahan.
Si anak jatuh terlentang
tanpa daya, semua
tenaganya sudah habis
terkuras. Dalam keletihan,
matanya yang sudah
kunang-kunang melihat ke
arah yang berlawanan
dengan pintu. Nampak
jelas di tengah-tengah
dinding yang tidak pernah
diperhatikannya sebuah
jendela besar tanpa trailis
terbuka lebar. Namun dia
sudah tidak berdaya
bahkan untuk sekedar
mengangkat kepalanya …
Sahabat, dalam hidup ini
terkadang kita terlalu
ambisius, menginginkan
sesuatu yang hanya itu
kemudian berusaha
menggapainya dengan
segala letih-perih.
Sayangnya ambisi kita
tidak selalu bisa
menolong. Harapan
akhirnya tinggal harapan,
kita pun menjadi semakin
lemas dan rapuh
menyadari kenyataan
bahwa keinginan kita tidak
tercapai.
Pernah seorang alumni
pesantren diadukan oleh
orang tuanya kepada
gurunya. Si alumni ini
maksa orang tua agar
membiayai kuliahnya,
padahal orang tua dia
termasuk masyarakat
tidak mampu. Segala
macam cara dia lakukan
agar orang tuanya
memenuhi permintaanya,
dari mulai merengek,
marah sampai
memboikot. Orang tua
yang tidak berdaya
akhirnya bertambah
sengsara.
Si alumni tersebut sama
seperti anak tinggi kurus
di atas, berusaha sekuat
tenaga untuk membuka
pintu yang tertutup. Dia
kerahkan semua
kemampuan, dia berteriak
meminta bantuan dan dia
pun berusaha
menggunakan pelantara
barang-barang untuk
mendobrak pintu. Namun
pintu yang tertutup tidak
bisa dibuka. Ketika
terjengkang ke lantai dia
baru menyadari bahwa
ada sebuah jendela di
ruangan tersebut. Namun
kesadarannya terlambat,
jangankan membuka
jendela mengangkat
kepala saja dia sudah tidak
berdaya.
Andaikan si anak kurus
tidak terlalu ambisius
membuka pintu yang
tertutup dari dalam, dia
bisa saja keluar dari
jendela tersebut.
Bukankah tujuan dia
adalah keluar dari kamar
tempat penyimpanan
barang? mengapa dia
terlalu fokus pada pintu
yang tertutup?
Sahabat, seringkali kita
mendengar pepatah, ‘ada
banyak jalan ke Roma’.
Nan pepatah ini sangat
cocok bagi alumni
pesantren tadi yang ingin
segera kuliah setelah
tamat MA. Kuliah adalah
Roma, biaya orang tua
hanya satu jalan menuju
ke sana. Jika satu pintu
tertutup, maka mari kita
cari jendela yang masih
bisa dibuka.
Mengakhiri tulisan ini, saya
kembali teringat pelajaran
mahfudhot kelas satu
Tsanawiyah, idza
shodaqol ajmu wadhoha
sabilu. Jika suatu
keyakinan sudah mantap,
maka jalan pasti terbuka
sumber:
bambumoeda.wordpress.com